Digital Asia Utama, Penantang Microsoft dari Mangga Dua

Nama Microsoft Corp. dengan produk andalannya Microsoft Office memang sudah kadung besar. Bukan berarti dari Indonesia tak ada yang berani menantangnya. Buktinya, PT Digital Asia Utama (DAU) tak sungkan meluncurkan aplikasi perkantoran tandingan – terdiri dari pengolah kata, spreadsheet, presentasi, dan sebagainya – bernama Microstar Office 2004 (disingkat M Office 2004) . Yang pasti, kehadiran M Office 2004 – yang berbasis Open Source – ikut melengkapi produk-produk pesaing MS Office yang berasal dari ranah Open Source seperti StarOffice dan OpenOffice. Apalagi kini aplikasi ini sudah diimplementasi di sejumlah perusahaan di Indonsia.

Kiprah DAU ini seperti menjadi sedikit penyegar di tengah citra Indonesia sebagai negeri pembajak software terbesar ketiga dunia setelah Cina dan Rusia. Dan terobosan ini nampaknya tak lepas dari andil Utomo Prawiro Widjaja, pemilik ide dan pencipta M Office 2004. Dikisahkan Utomo yang kelahiran Lumajang, 2 Januari 1973 ini, gagasan mengembangkan aplikasi tersebut muncul setelah melihat kenyataan pengguna komputer di Indonesia kebanyakan memakai software bajakan. Maklum, software legal dianggap mahal sementara aplikasi alternatif yang ada seperti OpenOffice dan StarOffice walau lebih murah, bahkan bisa dipakai gratis, penggunaannya masih dianggap merepotkan. “Kami melihat peluang bisnis: ada yang butuh software dengan harga terjangkau tapi user friendly,� ujar Utomo.

Bertolak dari keyakinan itu, Utomo lalu mengajak 10 orang temannya yang sebagian besar berasal dari almamaternya, Institut Teknologi Surabaya, untuk mengembangkan aplikasi perkantoran alternatif itu. Ide itu kemudian ditawarkan ke sejumlah investor. Gayung rupanya bersambut. Ternyata ada seorang investor keturunan India yang bersedia mendanai proyek pengembangan itu. Maka, pada 2003 berdirilah DAU yang bermarkas di sebuah ruko di bilangan Mangga Dua, Jakarta.

Diungkapkan Utomo, bahan dasar aplikasi yang dikembangkannya ini berasal dari OpenOffice. Peranti lunak gratisan ini kemudian dibedah kembali oleh timnya, didaur ulang dan didandani sehingga mirip dengan tampilan MS Office. Proyek ini memakan waktu setahun. Agar hasilnya lebih sempurna, dilakukan pula tes produk ke sejumlah orang di seputar Mangga Dua yang dianggap tahu tentang peranti lunak. Tujuannya untuk mendapatkan masukan sehingga ketika dilempar ke pasar benar-benar sudah sempurna. Setelah semua tahapan dilewati, maka pertengahan 2004 aplikasi itu bisa diluncurkan.

Bila dibandingkan dengan aplikasi perkantoran lain, Utomo mengklaim aplikasi buatannya tak kalah andal. Pasalnya, pihaknya telah mengambil kompatibilitas berbagai peranti lunak itu dengan mengumpulkan sekitar 3 ribu file Microsoft Word, Excel dan PowerPoint dari berbagai situs di Internet. File-file itu disebutnya sebagai objek uji coba, karena akan dibuka melalui program StarOffice 7.0, WordPerfect 11, OpenOffice 1.1 dan Microstar Office. Ternyata hasilnya menggembirakan. Software buatan DAU mampu membuka 95% dari file-file tersebut, sementara software lain hanya mampu membuka 90%.

Malah dibanding MS Office sekalipun, Utomo mengklaim, software buatan DAU yang dikembangkan dengan bahasa pemrograman C++ ini memiliki sejumlah keunggulan. Di antaranya, M Office ini bisa dijalankan di Windows versi berapa pun, mulai Windos 98, ME, XP, 2000 hingga Windows NT SP6. Padahal, MS Office 2003 hanya bisa dijalankan di Windows XP dan Windows 2000. Lalu, M Office 2004 juga bisa menyimpan file dalam format portable digital (PDF) tanpa alat bantu software lain, di samping bisa pula mendukung format extensible mark-up language (XML) yang biasa dipakai untuk pertukaran data. Sebaliknya, MS Office 2003 malah tak bisa mendukung format XML dan menyimpan file PDF, kecuali dengan tambahan aplikasi Adobe Acrobat. Bukan itu saja, MS Office juga tak bisa membuka file dokumen yang dibuat baik dengan StarOffice maupun OpenOffice. Keuntungan yang tak kalah penting, M Office aman dari gangguan virus makro.

Namun, kelebihan yang terpenting, menurut Utomo, tentu saja dari sisi harga karena M Office jauh lebih murah dibandingkan dengan MS Office. Paket aplikasi perkantoran yang terdiri dari word processor, spreadsheet, presentasi, hypertext mark-up langguage, editor dan draw ini hanya dibanderol seharga Rp 400 ribu. Bandingkan dengan paket aplikasi Microsoft yang harganya sudah di atas Rp 3 juta, atau StarOffice (milik Sun Microsystems) yang kini berkisar Rp 800 ribu.

Hanya saja, Utomo mengakui, aplikasi buatannya bukan tanpa kekurangan. Di antara kelemahannya itu, tak bisa membuka ataupun menyimpan file MS Office yang dilindungi dengan password. Juga, tak bisa mendukung penggunaan visual basic application. Di M Office ini belum tersedia fitur grammar checker. Dan, kelemahan yang paling mengganggu, lantaran aplikasi ini banyak memakan memori — tak berbeda dari aplikasi perkantoran dari Open Source lainnya, OpenOffice. Jelasnya, untuk bisa menjalankan aplikasi M Office 2004, PC yang dipakai harus memiliki memori (RAM) minimal 128 Mb dengan harddisk kosong 300 Mb.

Walau demikian, Utomo tetap optimistis produk M Officenya bakal diterima pasar meski masih butuh waktu dan upaya lebih keras. Dalam hal ini pihaknya akan menyasarkan produknya ke segmen perusahaan kelas menengah-bawah yang selama ini menggunakan aplikasi bajakan. Namun, untuk menghindari pembajakan, M Office 2004 ini tak akan dijual eceran, melainkan dalam bentuk paket untuk lisensi 2, 5, 20, 50, dan 100 orang pengguna (user). “Kami tak mau ambil risiko dibajak sebelum meraih keuntungan. Pembajakan di sini sudah luar biasa,” ujar Utomo menyadari.

Hingga akhir tahun ini, M Office ditargetkan bisa terjual 10 ribu lisensi. Sejauh ini, lanjut Utomo, sudah ada beberapa perusahaan yang memakainya. Mulai dari perusahaan pelayaran, lembaga pendidikan hingga beberapa perusahaan media. Yang pasti, untuk mempercepat penetrasi pasar, pihaknya berupaya intensif mengedukasi pasar dengan promosi. Misalnya dengan beriklan, mengikuti sejumlah pameran baik di dalam maupun di luar negeri, hingga melakukan demo ke sejumlah instansi atau perusahaan. “Penekanannya, kami bukan mau melawan Microsoft Office secara langsung, tapi menawarkan aplikasi perkantoran alternatif,� kata Utomo.

Selain promosi, pihaknya aktif pula mencari distributor berskala nasional yang memiliki akses ke kalangan pengguna perusahaan, pemerintahan, lembaga pendidikan, dan perakit PC. Ke depan, menurut Utomo, pihaknya juga akan mencari mitra pemasaran M Office ke luar negeri. Rencananya, tahun ini akan dirilis M Office versi terbaru, yakni M Office 2007. Selain menyempurnakan versi sebelumnya, disebutkan Utomo, M Office 2007 memiliki menu dan ikon yang lebih enak dilihat. “Kompatibilitasnya jauh lebih tinggi dari versi yang ada,� katanya menjanjikan.

(SWA 09/XXI/ 4 Mei 2006)

Leave a comment